
Karya: Nada Nurdatul Jannah*
Aku, gadis yang berusia 17 tahun yang sedang menduduki bangku kelas 1 di SMK Perdaban Desa yang bertempat di Yogyakarya. Aku sekolah sekalian mondok di Pesantren Kreatif Baitul Kilamah dengan tujuan bisa mendalami ilmu agama karena salah satu impian orang tuaku anaknya mempunyai pengetahuan yang dalam tentang agama. Aku anak paling bungsu yang belajar hidup mandiri, karena ini kali pertama aku jauh dari orang tua.
Pagi yang cerah dengan cahaya matahari yang terpancar menerobos sela-sela jendela kamar yang menyilaukan bola mataku membuat aku terbangun dari tidurku. Waktu liburan telah tiba. Kepala Sekolah mengumumkan hari libur, hari yang ditunggu-tunggu para siswa-siswi SMK Peradaban Desa agar bisa pulang kekampung halaman masing-masing. Liburan kemana-mana yang pastinya bisa menikmati hari liburan. Ada rasa gembira dalam hati karena tiba waktunya istirahat dari beban-beban pelajaran yang sangat melelahkan pikiran.
Tapi bagiku, liburan kali ini adalah liburan yang biasa-biasa saja karena tidak bisa pulang ke kampung halaman, liburan yang hanya berdiam sendiri di kamar ditemani suara aliran air di kolam lele belakang kamar, suara tokek yang begitu berisik, dan juga suara cicak yang merayap diatas loteng kamarku.
Hari pertama libur dengan cuaca yang mendung seperti halnya hatiku saat ini disertai udara yang sangat dingin, dengan gerimis air hujan kembali mengingatkanku dengan semua kenangan akan keluarga yang sangat dirindukan. Tepat 6 bulan sudah aku tidak bertemu dengan keluargaku. Walaupun Hanya bisa bertemu di layar hp tetap saja ada rasa ingin pulang.
Pagi ini, suara berisik air hujan dan udaha yang sangat dingin yang membangunkan tidurku, kulihat jam di hpku, “Ah masih pagi, aku masih ingin melanjutkan tidurku.” Gumamku sambil menarik selimutku dan kembali menutup mataku agar tertidur kembali.
Kring…..kring…..kring….Terdengar suara dering hpku, aku terbangun dan segera mengambil hpku, ternyata ada 5 panggilan tak terjawab dari mamaku. Dengan segera aku menelfon balik mamaku.
“Assalamualaikum..” mama membuka bicara dengan nada yang lebut.
“Waalaikumsalam ma..” ku jawab salam itu dengan penuh kehangatan.
“lagi ngapain?” mama memulai percakapan.
“Baru bangun ma hehe..” jawabku sambil tersenyum kecil.
“Sekarang benar sudah mulai libur ya?” tanya mama dengan suara yang lebut.
“Udah ma..” jawab ku.
“Gimana, pengen pulang apa nggak?”
“Nggak usah dulu ma… lebaran udah dekat, nantik saja pulangnya kalau sudah libur lebaran, lagian nada udah janji pulangnya sekali 1 tahun aja biar nggak buang-buang uang heheh… inikan masih 6 bulan nada disini, lagian juga liburnya cuman sebentar.” Ku jawab pertanyaan mama dengan perasaan sedih disertai linangan air mata, karena jika boleh berkata, hati siapa yang tidak menginginkan pulang ke kampung halaman apalagi saat-saat libur seperti ini, tapi aku tidak melihatkan kesedihanku sedikit pun.
“Yasudah…bak-baik disana ya, jaga kesehatan,jangan keseringan begadang ya, mama tutup telfonnya dulu. Assalamualaikum.” Perhatian yang selalu tak lupa diberikan mamaku sebelum menutup telfon, tak lain untuk membuat aku senang dan tenang.
“Waalaikumsalam ma…” ku jawab salam itu sambil menutup telfonnya.
Tiba-tiba aku melamun di atas meja belajarku. Melihat kesepian yang membuat aku teringat akan keluargaku. Kutatap langit yang sempurna dengan warna agak kegelapan yang biasa disebut mendung. Perlahan kelabu membuat rintik, yang turun dari ketinggian yang aku sendiri tidak mengetahui berapa ketinggiannya. Mungkin sangat menyedihkan bila rintik itu bisa berteriak mengungkapkan keluhannya. Bahkan kesedihan yang sedang menimpaku bukanlah apa-apa baginya. Aku terduduk memeluk dua lutut menangis begitu keras tapi tak terdengar. Aku merendam seluruh teriakku, memeluk diriku erat berharap rasa sedih ini segera hilang. Aku merindukan pelukan orang tuaku.
Kulihat rintik hujan dari jendela kamarku yang turun dari atas genteng. Aku berusa menghibur mataku yang terlihat sembab karena ikut merintikkan air mata bersamaan dengan hujan. Begitu harapuhnya hatiku, anak bungsu yang sedang belajar jauh dari genggaman kedua orang tuanya, sedih sangat sedih tapi aku harus berusa terbiasa.
Hujan sudah berhenti, suara adzan dzuhur terdengar dari arah masjid dekat pondokku. Suasana seakan memecah kesunyian, merdunya suara azan diselingi sahutan ayam yang seolah-olah membangunkan warga yang sedang nyanyak tertidur karena suasana hujan tadi. Aku bangkit dari tidurku dan segera mengambil wudhu’ untuk melaksanakan shalat agar hatiku semakin tenang dan tak lupa aku selalu berdo’a sebagai bentuk komunikasiku dengan yang maha kuasa diiringi tetesan air mata yang sudah menjadi sarana wajib dalam mengiringi do’aku. Karena tidak ada yang bisaku lakukan disaat kesedihan seperti ini selain mengadu kepada-Nya agar selalu di beri ketabahan hati.
Waktu berlalu begitu cepat sampai malam pun menyapa, aku kembali termenung diatas meja belajar ditemani rintik-rintik air hujan, lagi-lagi aku merenungkan nasib kesendirianku di sudut kamar sabil membayangkan, aku sedang duduk di rumah menggangu papa menikamati kopi yang sudah disiapkan mama setiap pagi, dan karena hari liburanku papa mengajakku jalan-jalan.
“Ayo ikut papa, nak” kata ayah sambil mengelus rambutku.
“Kemana pa?” tanyaku polos.
“Jalan-jalan” Ajak papa sambil menyunggingkan senyum lebarnya.
“ Wahhhh…… jalan-jalan!!”sambutku sambil memeluk papa, pelukan yang terasa hangat, karena sudah lama tidak merasakan pelukan itu. Kamipun berangkat dan menikmati waktu-waktu diperjalanan dengan penuh canda tawa. Perasaan yang penuh gembira karena bisa menikamati hari libur dengan kedua orang tua. Saat perjalanan pulang dengan suasana yang sudah lelah seharian bermain-main, akupun tertidur dipangkuan mama, sambil menikamati elusan tangan mama yang mengelus kepalaku dengan penuh kelembutan.
Gemuruh suara hujan membangunkanku dari tidur, tidak sadar ternyata aku keriduran diatas meja belajarku. “Ahhhh….. Ternyata aku hanya bermimpi”, semua kebahagiaan yang aku rasakan sesaat tadi hanyalah mimpi. Sangat kesal ketika terbangun dari mimpi yang sesungguhnya benar-benar di inginkan dan diharapkan terjadi. Tapi sudahlah, tidak perlu di sedihkan masih ada cita-cita yang belum tercapai. “ Lupakan perasaan ingin pulang, itu hanya keinginan sesaat saja, perjuanganmu masih panjang.” Gumamku dalam hati dan berusaha meyakinkan perasaanku.
Aku kembali diingatkan dengan harapan orang tuaku untuk anak bungsunya, aku. Anak perempuan yang optimis, pantang menyerah, keras kepala, namun dibalik sifat-sifat itu aku adalah anak perempuan yang selalu nurut kepada perkataan orang tuaku. Papa dan mamaku sangat berharap sebuah keberhasilan padaku, Itu merupakan tanggung jawabku disini, berhasil dan dapat membawa bekal saat aku pulang nanti agar bisa membanggakan kedua orang tuaku. Karena selama ini belum ada penghargaan terbaik yang bisa aku berikan kepada mereka.
Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 12 malam, kusudahi renunganku malam ini, kembali ke atas kasur yang empuk, kutarik selimutku dan berusaha memejamkan mata agar tertidur dan berharap besok akan di mulai dengan hari-hari yang menyenangkan.
Karya: Nada Nurdatul Jannah, Siswi kelas X SMK Peradaban Desa