Oleh: M. Hasanuddin *

Perlu diketahui bersama bahwasannya pada tahun 656 H, pemerintahan Abbasiyyah pindah ke tangan bangsa Turki dengan pusat pemerintahannya pindah ke Kairo, Mesir.

Kemudian pada akhir abad VII H semua daerah Islam dapat dikuasainya kecuali daerah Bar Maroko, bahkan pertengahan abad ke IX H berhasil merebut konstantinopel dan Mesir, dan sejak itulah raja Turki menggunakan sebutan khalifah. Akan tetapi setelah imperialisme politik divide et empire menaklukan Islam, ummat Islam menjadi budak, sehingga membuat umat Islam minder, bahkan para ulama tidak dapat bebas melakukan komunika dengan yang lain.

Berhubungan dengan situasi dan kondisi seperti itu, penyampaian ajaran Nabi saw tidak dapat dilakukan secara langsung dengan lisan sehingga sistem “surat-menyurat” dan “ijazah” dipakai oleh mereka.

Akibatnya kegiatan penelitian terhadap para perawi hadits terhenti. Sekalipun demikian, masih saja ditemukan ulama yang berani berkunjung ke berbagai daerah untuk mendekte hadist (imla al hadits/اِملاء الحديث) dengan cara duduk di dalam Masjid di setiap hari Jum’ah, lalu menguraikan hadits tentang nilai dan kandungan sanadnya kepada para jama’ah dan para jama’ah menacatatnya, seperti yang dilakukan oleh Zainuddin al-‘Iraqi ( w 806 H), Ibnu Hajar (w 858 H), al Syakhawi ( murid Ibnu Hajar).

Adapun daerah-daerah yang menjadi pusat penggalian hadits, dan dikenal dengan sebutan dar al-hadits (دارالحديث) saat itu adalah;

  1. Mesir

Selama tiga abad (abad VII-XH) Mesir dikenal dengan sebutan دارالحديث والفقه واللغة (dar al-hadist wa al-fiqh wa al-lughah atau negara pusat perkembangan hadits, fiqh dan bahasa), sebab kegiatan in mendapat dukungan kuat dari penguasa, yaitu Raja al-Dhahir al Barquqi dan al-Muayyad. Sedang ulama yang ahli dalam bidang hadits adalah Imam al-Bulqini dan Syamsuddin al-Darimi, penyusun kitab”al-masail al-syarifah fi adillah mazhab al-imam abi hanifah”  المساءل الشريفة في ادلة مذهب الامام ابى حنيفة

  1. India

Pertengahan abad ke X, ulama India menaruh perhatian besar terhadap hadits dengan mempelajari ilmu-ilmu hadits, meneliti pribadi-pribadi para perawi hadits beserta nilai haditsnya. Dari kegiatan ini, banyak bermunculan karya-karya tulis berupa Syarakh dan kritikan-kritikan terhadap hadits dan sanad yang telah ada di dalam kitab kutub al-sittah (كُتُب الستّة) dan kitab-kitab lainnya, bahkan mereka dapat menghimpun kitab-kitab hadits hukum beserta kritikan-kritikan pada sanadnya dengan menjelaskan cacat (عيب) yang tersembunyi pada beberapa hadits yang ada.

Adapun untuk keperluan penyebaran hadits dan ilmu hadits di berbagai daerah, dikirimlah ahli agama ke berbagai daerah di wilayah Eropa, seperti DR. Sayyid Mu’dham Husain, yang berhasil mencetak kitab (معرفة علوم الحديث/ ma’rifatu ulum al-hadits) karya al-Hakim, dengan memberikan muqaddimah, dan di dalamnya berisi biografi al Hakim, sejarah pembukuan hadits dan perkembangan ilmu mushthalah hadits.

  1. Saudi Arabiyyah.

Dengan dukungan Raja Abdul ‘Aziz al-Su’udiy beserta penguasa lain dari kekuasaan Raja, kitab-kitab hadits dapat diterbitkan dan untuk penyebarannya didirikanlah Fakultas Syari’ah di Makkah dan Madinah serta Fakultas Sastra di Riyadl. Sedang kitab-kitab yang diterbitkan saat itu adalah:

– جامع الأصول لأحاديث الرسول karya Ibnu al-Atsir al-Jazri

– راد المعاد karya Ibnu al-Qayyim

– الفتاوى karya Ibnu Taimiyah

– التفسير karya Ibnu Katsir

Adapun karya ilmiah di bidang hadits yang dapat diwujudkan di masa ini adalah kitab-kitab sbb: 1) Kitab al-Zawaid (كتاب الزواءد), yaitu pengarang menghimpun hadits-hadits yang sudah ada di dalam satu kitab tertentu dalam satu karangan dan hadits-hadits tersebut tidak ada di dalam kitab kitab lain, seperti:

-zawaid sunan ibnu maiah ala kutub al-khamsah زوائد سنن ابن ماجة على الكتب الخمسة, karya Syihab al-Din Ahmad al-Busyiriy ( wafat pada tahun 812 H).

-zawaid musnad Ahmad ‘ala al / زوائد مسند أحمد على الكتب الستة kutub al-sittah, karya Nuruddin Abu Hasan Ali al-Haitami ( wafat pada tahun 807 H). 2) Kitab al-Jami’ (كتاب الجامع), yaitu Menghimpun hadist dan beberapa kitab dalam satu karya tulis, seperti -Kitab himpunan yang isinya campuran, baik bidang hukum maupun lainnya, yaitu al-jami’ al-shaghir (الجامع الصغير) karya al-Suyuthi (w 911 H). Dan kitab khusus sesuai dengan bidangnya, seperti bidang hukum yaitu: Ibnu Hajar dengan bulugh al-marom (بلوغ المرام) kemudian disyarahi oleh al-Shun’ani dengan judul : subul al-salam (سُبل السلام)” dan kitab ibanah al-ahkam, Syarkh bulugh al-Maram/ ابائه الأحكام شرح بلوغ المرام karya ‘Alwi Abbas al-Maliki. 3. Kitab al-takhrij(كتاب التخريج), yaitu menghimpun hadist-hadist yang sudah ada dalam kitab-kitab fiqh, tafsir dan lainnya, lalu melakukan penelitian dan mencari sumber sanadnya dengan memberikan penilaian pada hadisttnya, seperti Zainuddin al Iraqiy dengan karyanya berjudul takhrij ahadits al-ihya’ li al-ghazali ( تخريج أحاديث الاحياء للغزالي).

4.Kitab al-athraf (كتاب الاطراف), seperti Zainuddin al-‘Iraqi dengan karyanya berjudul  اطراف صحيح ابن حبان Athraf Shahih Ibnu Hibban.

Dengan demikian, untuk lebih praktisnya di abad ini, Para muhaddits melakukan penyusunan kembali kitab-kitab koleksi para mutaqaddimin secara sistematis. Kemudian pada periode ketujuh termasuk dalam abad ini, disebut dengan istilah “ashru al-syarhi wa al عصر الشرح والجمع والتخريج والبحث/ jami wa al-takhri wa al-bahtsi yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, dan masa mengambil hadits hadits dari kitab koleksi imam Bukhari dan Muslim, lalu dicarikan sanad yang lain untuk kemudian diberikan komentar dan pembahasannya, maksudnya ialah para muhaddits pada periode ini memfokuskan kegiatannya dengan membuat pensyarahan kitab-kitab koleksi para muhaddits terdahulu yang telah ada, disamping menerbitkan kandungan kitab-kitab hadits dengan cara memilih dan mengumpulkan hadits-hadits hukum dalam satu kitab, hanya saja kegiatan tersebut terbatas sampai abad ke XII H.

Sekalipun demikian masih saja ditemukan ulama yang melakukan penelitian pada hadits seperti Habibullah al-Syaniqiy dengan karyanya berjudul:

  • zad al-muslim fima ittafaqa ‘alai al-bukhari wa muslim dan ( زاد المسلم فيما الفق عليه البخاري ومسلم )
  • fathu al-mun’im bi bayani ma uhtija libayani man zada al-muslim(فتح المنعم ببيان ما اختيج لبيان من زاد المسلم).

Dari penjelasan sejarah penulisan hadits di atas, maka yang perlu kita ketahui lebih dalam adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan tentang hadits, yaitu masalah batsul kutub al-hadits, takhrij al-hadits dan lain sebagainya.

 

 

 

(sumber: Ulumul Hadits Dan Musthalah Hadits, Zein, Muhammad Ma’shum)

 

*M. Hasanuddin
satu diantara beribu mahasiswa UIN Sunan Kali Jaga

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *