Daftar Isi: [Sembunyikan] [Tampilkan]

Oleh: Arul Hqn*

Visual Jalanan

Merupakan suatu kecenderungan menciptakan karya visual di jalanan, yang sudah ada sekitar tahun 2000- an.

Kata “ jalanan “ sendiri pada visual jalanan mengandung arti tanpa aturan, vandal, atau ilegal, di khalayak luas. Penempatan tanpa izin merupakan ciri khas hal tersebut. Hal itu terjadi karena upaya untuk meneka perkembanganya telah dilakukan oleh beberapa kelompok (seniman), Namun usaha tersebut terlihat sia sia, karena sampai sekarang belum ada titik terang dari pemerintah yang dapat melegakan hati para pelaku visual jalanan. Sehingga para seniman tersebut lebih memilih untuk menuangkan imajinasinya di tembok tembok jalanan, disisi lain karena mereka nyaman dengan suasana jalanan tersebut.

Uniknya banyak dari mereka tidak ingin identitasnya terlihat, dengan cara hanya menuliskan nick name atau hanya sekedar tag sebagai ciri khas mereka. Para pelaku visual pun tidak asal asalan dalam mencoret tembok, justru mereka pasti meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik tembok, mungkin ada beberapa pengecualian , yaitu ketika tembok tersebut tidak ber pemilik. Sayangnya beberapa masyarakat selalu menganggap hal ini sebagai hal yang merusak. Dan pemerintah juga justru menilai seperti itu, tanpa memberikan solusi.

Pasalnya, penanganan terhadap visual jalanan kurang diperhatikan, dan terkesan diabaikan pemerintah.

Event Bulanan di GOR Bahurekso, Kendal

Para Supremasi

Yang seharusnya mengemban amanat sebagai pengayom atau fasilitator rakyat lebih bisa memberikan solusi yang tepat dan tidak merugikan salah satu pihak, contohnya seperti memberikan ruang lingkup yang bebas agar para pelaku visual bisa melukiskan ide ide nya, agar tidak lagi menganggap kegemaran ini sebagai hal yang illegal, justru lebih baik para supremasi mengadakan suatu event untuk kebutuhan memperindah kota, dengan kata lain membebaskan para pelaku visual jalanan untuk bebas berkarya, tanpa ada indikasi illegal yang biasa di capkan kepada para penggemar visual jalanan,

Karena di Negara archipelago ini justru pelaku visual lebih terkesan mandiri atau independent dalam membuka ruang seni sendiri, misalnya dengan mengadakan event event yang tidak meminta donasi atau proposal dari para supremasi. Namun, justru pemerintah menilai tindakan para pelaku visual sebagai suatu hal yang illegal.

Visual Jalanan dan Supremasi

Para pelaku visual terus berharap agar pemerintah dapat memberikan fasilitas yang sesuai, dan jika enggan memberikan fasilitas, alangkah baiknya karya karya tersebut dapat diterima di seluruh kalangan dan tidak lagi mengangap hal ini sebuah kegemaran yang illegal.

*Arul Nugroho , Pelaku seni jalanan

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *