Oleh : Fazha Faiera*

Salah satu hal yang harus ita syukuri dalam hidup adalah agama yang kita anut, yaitu Islam. Meskipun banyak dari kita hanya Islam KTP, tertulis begitu saja karena memang sejak lahir ‘telah didekte’ orang tua bahwa Islam adalah agama kita.

Sejak kecil kita diwajibkan orang tua, guru, dan ustadz untuk sholat lima waktu. Pada bulan ramadhan kita diharuskan puasa, lalu sholat tarawih di masjid atau musala setiap malamnya. Menjelang akhir kita diajari berzakat. Kemudian pada dua hari raya, kita berbondong-bondong memenuhi masjid hingga halamannya untuk sholat id berjamaah.

            Begitulah kita berislam sejak kecil. Ibadah-ibadah tersebut seakan menjadi rutinitas dan kebiasaan, meskipun terkadang (bahkan seringkali) kita bermalas-malasan. Sholat kita hanya tidak khusyuk hanya karena kewajiban, bukan ‘hubungan intim’ dengan Tuhan. Tetap penuh puasa ramadhan, meskipun banyak kurang dan kekhilafan. Hanya perut yang dijaga, entah bagaimana mata, tangan atau anggota tubuh lainnya.

Lalu apa yang harus disyukuri kalau islamnya biasa-biasa aja?

            Bertanya-tanyalah kita semua, dan ternyata jawabannya ada di surat Al-Hijr ayat kedua;

“Orang-Orang Kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, sekiranya mereka dahulu (di dunia) menjad orang-orang muslim.” (QS. Al-Hijr: 2)

            Ternyata ayat ini memberi tahu kita semua, bahwa mereka justru ingin menjadi bagian dari kita. Mereka ingin menjadi muslim, menjadi orang Islam. Akan tetapi penyesalan mereka tidak berguna. Mereka dan kita semua tidak akan kembali ke dunia karena kehidupan kita akan berlanjut di akhirat yang kekal, abadi dan sangat lama.

Setelah membaca ataupun mendengar ayat tersebut, mungkin kemudian kita tergerak untuk ‘berdakwah’ usai mendengar ayat ini. Ghirah dan semangat  kita muncul, ingin menyebarkan dakwah Islam kepada siapapun yang belum memeluknya. Rasanya ingin agar semua orang di dunia ini selamat dan tidak ada satupun yang menyesal di akhirat.

            Akan tetapi, pada ayat selanjutnya. Allah mengingatkan kita lagi;

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan angan-angan (kosong) mereka. Kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya).” (QS. Al-Hijr : 3)

Ayat tersebut, lemas dan sedih rasanya. Karena tidak bisa menyelamatkan mereka dari jalan yang salah; kekufuran. Kita malah diminta untuk ‘membiarkan’ mereka bersenang-senang. Duh, nelongso. Siapa yang tega melihat manusia lain tesiksa, dibakar api neraka?

Mungkin sekilas kita akan berpikir, “Dimanakah rahmat dan kasih sayangNya?”

            Pada ayat-ayat selanjutnya kita menemukan jawaban, bahwa Allah sudah ‘berbaik hati’ mengirim rasul utusan untuk mengingatkan manusia dari kelalaian. Akan tetapi orang-orang kafir justru menganggapnya sebagai orang gila. Setiap rasul yang diutus membawa kebenaran, akan tetapi selalu ditentang dan dimusuhi habis-habisan. Padahal mereka mengajak manusia pada jalan kebenaran, pada agama Islam.

Lalu di akhirat nanti, mereka akan menyesali perbuatan mereka itu. Mereka ingin kembali ke dunia hanya untuk memeluk agama Islam. Agama yang telah kita anut sejak lahir.

Atas Islam kita (yang biasa-biasa saja) ini, betapa kita patut mensyukurinya.

 

Yogyakarta, 4 Dzulhijjah 1443.

Ditulis usai setoran-

 

*Santrinya bapak ibuk di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Hamra’.  Silahkan sapa di akun

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *