
Oleh; Aqib Muhammad Kh
Seseorang yang memahami Islam sebagai ajaran yang kaku dan kolot seperti katak yang terkurung dalam tempurung; merasa sempit sekali ruang gerak. Padahal Islam adalah agama dengan doktrin kedamaian, kesejahteraan, ketenteraman, dan ketenangan.
Misal, bila dalam praktik salat Lima Waktu kamu merasa bahwa itu tuntutan, maka hidupmu seperti sangat diatur. Lalu pikirmu mengambil keputusan secara apriori; enak ya di agama lain, tidak salat secara terus menerus, tidak zakat, dan lain-lain. Namun apakah begitu bijaknya? Bukan, Kawan. Tentu bukan. Bila seperti itu yang kau rasai, Islammu berarti perlu kau kaji ulang.
Dalam beberapa literatur disebut ‘attadayyunul al-ma’kus, yaitu beragama tapi di balik-balik. Konsep tadayyun ma’kus menyempitkan nalar berpikir manusia untuk mengeksplore lebih dalam terhadap esensi-esensi yang ada dalam syariat Islam. Zakat dimaknai sebagai sebuah paksaan dan dipikir; mengapa kita yang berusaha sekuat tenaga, mati-matian, most seriuosly, untuk mendapatkan kekayaan justru dipaksa untuk mengeluarkan sesuai aturan agama? Kenapa tidak seikhlas dan seridho si pemilik harta saja? Doktrin inilah yang kemudian banyak dianut oleh orang-orang beragama secara pragmatis.
Padahal bila renungkan, peran zakat sangat primer dalam meminimalisir kemiskinan antarsesama umat Islam. Bayangkan, bila satu orang saja memiliki empat puluh ekor kambing menzakatkan satu ekor kambingnya, berapa orang miskin yang dapat merasakan dagingnya? Itu baru kambing. Sederhana, bukan? Tentang zakat dapat memberantas kemiskinan, Islam telah merealisasikannya dalam hukuman di beberapa pelanggaran syariat dengan membebaskan budak. Terbuktikan, perbudakan di bumi habis total. Itukan barakahnya hukuman membebaskan budak.

Yang sering kita lakukan adalah menilai sesuatu secara apriori dan pragmatis, sehingga natijahnya (hasilnya) tidak maksimal. Salah satu contohnya statement di atas. Juga harus diketahui, bahwa Islam adalah agama tanpa paksaan. Artinya, terserah setiap orang mau masuk atau tidak, mau menganut Islam atau tidak, itu urusan setiap orang. Dalam Qur’an Allah menegaskan:
لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ. (Al-Baqarah ayat 256)
(Tidak ada paksaan untuk (memeluk) agama (Islam), karena sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali (pegangan) yang amat kuat dan tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)
Dalam Tafsir Al-Mukhtasar dijelaskan: Tidak ada yang berhak memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam, sebab Islam adalah agama yang benar dan terang. Maka dari itu, tidak perlu paksaan untuk memeluknya karena sudah terlihat jelas kebenaran dan kesesatan. Siapa yang ingkar kepada segala sesuatu yang disembah selain Allah dan berlepas diri darinya, kemudian beriman kepada Allah semata, maka dia benar-benar telah berpegang kepada agama sekuat-kuatnya untuk menggapai keselamatan di hari kiamat. Allah Maha mendengar ucapan hamba-hamba-Nya lagi Maha Mengetahui perbuatan mereka, dan Allah Swt akan memberi mereka balasan yang setimpal.
Maka sebagai penganut, kiranya perlulah masuk dalam sisi-sisi keindahan dan kemesraan. Islam bukanlah agama dengan indoktrinasi yang keras dan kolot, tetapi dengan akhlak dan perilaku yang baik, uswatun hasanah. Maka mereka yang memeluk Islam atas kesadaran penuh tidak akan sempit hidupnya, miskim hati dan akalnya. Mereka yang tahu hikmah-hikmah dalam setiap lini Islam akan tenang, tenteram, damai, adem, ayem hatinya.
Islam itu agama Allah. Sebanyak apapun oknum, organisasi masyarakat, komunitas, menggebu-gebu dengan animo kuat untuk menghancurkan Islam, selamanya tidak akan bisa sampai kapanpun. Islam itu made in Allah, bukan made in Manusia atau China.
Dalam daripada itu, muncullah pertanyaan besar dalam benak saya: “Lalu diterimakah Islam seseorang yang kuat memegang konsep attadayyunul Ma’kus?” Usah dijawab terlalu serius. Allah maha baik dan bijaksana. Jangankan muslim yang secara praktik menggunakan konsep Attadayyun Al-Ma’kus, wanita yang selama hidupnya melacur saja diampuni dan dirahmati oleh Allah. Rahmat Allah mukhid (meliputi) segala sesuatu. Maka jangan sampai engkau menghakimi sesuai prespektif. Dan Islam adalah agama yang otentisitasnya murni dari Allah melalui Jibril (ruhul aamin) yang disampaikan kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Bawah Sadar,
Baitul Kilmah, 13 Juli 2022