
Oleh : Sani Djazuli
Editor : UA
Selasa, 20 September 2022 pesantren kreatif Baitul Kilmah Sendangsari Pajangan Bantul menggelar kegiatan “launching buku dan bincang potensi desa” yang pada mulanya di inisiasi oleh rencana kedatangan Menteri Desa, Dr. Drs. H. Abdul Halim Iskandar, M. Pd. ke Pesantren Kreatif Baitul Kilmah. Kegiatan ini tidak hanya sekedar diskusi antara paranarasumber hebat dengan audiens, baik dari jajaran perangkat desa dan pemangku kebijakan di wilayah sendangsari, namun juga para santri dan peserta PPL dari UIN Pekalongan. Namun, karena ada rapat kabinet dengan Presiden RI yang bersifat wajib, sehingga rencana kunjungan menteri desa ke Pesantren Kreatif Baitul Kilmah terpaksa dibatalkan. Akan tetapi, kegiatan launching buku dan bincang potensi desa tetap berjalan sebagaimana mestinya, karena pada diskusi tentang desa ini memang mengadung urgensi yang sangat luar biasa dan inspiratif.
Adapun, narasumber yang memaparkan materi pada acara tersebut ada tiga orang yang namanya sudah tidak asing lagi ditelinga para akademisi dan penulis, beliau bertiga ini adalah Dr. KH. Aguk Irawan MN (pengasuh Baitul Kilmah), Ir. H. Hermen Malik (Pemerhati Kebudayaan Desa) dan Bpk. Mustofa W. Hasyim (Penulis buku Peradaban Desa). Acara tersebut di moderatori oleh Waka Kurikulum SMK Peradaban Desa, yakni Ustadz M. Jamaluddin yang kerap disapa Gus Jamal. Acara berjalan lancar tanpa hambatan mulai sejak pukul 14.00 sampai 16.30 dengan materi yang variatif dari ketiga narasumber yang memiliki latar belakang yang berbeda namun isinya sangat berbobot semua, namun titik temu dari ketiga materi yang diampaikan adalah bahwa desa adalah basis budaya yang harus terus lestari, karena peradaban dan potensi desa seringkali tidak dapat dijumpai di lingkungan perkotaan.
Pertama, adalah materi yang disampaikan oleh Bpk. Hermen Malik dengan metode presentasi dengan slide power point karena latar belakang beliau yang adalah seorang dosen dan akademisi dengan pendidikannya di University of Kentucky USA. Beliau memaparkan secara gamblang mengenai potensi desa, dengan menawarkan konsep “mosaik estetika” sebagai manifestasi keragaman dan keindahan wajah desa sebagai basis kebudayaan. Beliau mengatakan bahwa ada empat elemen penting yang terdapat dalam suatu komunitas pedesaan, yakni ekonomi, sosial, budaya dan kelembagaan.
Ekonomi pedesaan, merupakan model konsep ekonomi sederhana yang tidak terlalu mengejar materi duniawi semata, namun memaksimalkan hubungan baik baik dalam lingkup keluarga maupun bermasyarakat yang harmoni. Dengan konsep semacam ini, orang desa dapat lebih menikmati kebahagiaan dalam hidup dibanding dengan masyarakat perkotaan yang bekerja pagi, siang,malam bahkan sampai pagi lagi. Hal ini terbukti dengan fakta bahwa kesehatan mental masyarakat desa yang sangat baik dan cenderung tdak mudah stress dengan masalah yang dihadapi. Namun, hal yang menjadi tantangan kedepan adalah bilamana dampak globalisasi yang membawa paham kapitalisme dan konsumerisme 5F (food, fashion, fun, fantasy, function) masuk ke sektor ekonomi desa, ini yang menjadi langkah awal berubahnya konsep perekonomian desa diatas.
Sosial Pedesaan, kehidupan sosial didesa sangat erat dengan etika, norma, adab dan sopan santun yang jarang dijumpai di lingkungan perkotaan. Ketika bertegur sapa misalnya, masyarakat desa biasanya akan murah senyum sebagai tanda keakraban dan ramah tamah terhadap siapa saja. Masyarakat desa juga memprioritaskan aksesibilitas dengan tanah yang ada, memiliki literasi dalam berkomunikasi dan sumber daya alam yang dimiliki desa seperti lahan kosong, sungai, sawah, perkebunan, hutan dan pegunungan yang dimanfaatkan sebaik mungkin.
Masalah empiris dari budaya pedassan tentunya ada, masyarakat desa dalam menyelesaikan problematika hanya berlandas pada persepsinya. Sebagaimana penggunaan pestisida oleh masyarakat desa selain mampu membasmi hama wereng, namun secara tidak disadari juga mampu memperbanyak hama lainnya. Tetapi masyarakat tidak paham mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Kelembagaan, sebuah lembaga mestinya membuat orang bekerja secara efisien, produktif, disiplin, dan juga memiliki kerja sama yang erat. Agar tetap menjaga dan mempertahankan pentingnya nilai-nilai kearifan lokal dan gotong royong dalam masyarakat desa, hal tersebut harus disusun dan diperhatikan, sehingga realitas dalam kelembagaan yang sebenarnya terwujud untuk membantu masyarakat. Jangan membiarkan desa berjuang sendiri menghadapi teknologi tinggi, kapitalisasi, konsumerisme, dan kelembagaan global.
Kedua, adalah materi yang disampaikan oleh Bpk. Mushtofa W. Hasyim dengan latar belakang orang pedesaan tulen yang dikenal sebagai seoraang sastrawan dan novelis yang usianya bisa dibilang sudah sepuh. Sehingga, pemaparan yang beliau sampaikan menggunakan metode bercerita tentang pengalaman dan sepak terjang beliau, serta interaksi yang beliau lakukan selama ini dengan para warga pedesaan yang tidak hanya pada satu tempat saja, sehingga buku yang berjudul “Peradaban Desa” karangan beliau ini terlahir. Banyak sekali yang beliau sampaikan terkait kearifan lokal warga desa yang sebenarnya jika digali lebih mendalam, mereka tidak akan pernah habis saking banyaknya.
Ketiga, adalah materi yang disampaikan oleh KH. Aguk Irawan MN. Alasan beliau menulis buku yang berjudul “Arus Balik Peradaban Desa”, berasal dari Q.S. Az-zukhruf ayat 31 berisi tentang orang-orang Mekkah yang tidak memercayai Nabi Muhammad SAW karena hidup dan lahir di desa. Kenapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepada laki-laki yang berlatar belakang hidup di kota atau desa yang sudah maju? Ternyata banyak hal negatif ada di kota, salah satunya adalah dalam Q.S. At-taubah ayat 120 tentang masyarakat madinah yang tidak pantas disebut sebagai masyarakat yang punya peradaban. Sebagai masyarakat desa kita tidak seharusnya merasa rendah diri, melainkan harus bangga tinggal di desa. Hal ini dikarenakan akhlak orang desa yang kaya akan unggah ungguh dan sopan santunnya, potensi dalam desa yang serba ada, bahkan Nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu pun berasal dari desa. Boleh kita tinggal di kota tapi kita desakan peradabannya, etikanya, dan juga lingkungannya.
Ulil Absor, selaku ketua panitia menyatakan bahwa tujuan dari acara ini adalah untuk membangkitkan kekuatan dari desa, “saya justru teringat oleh penggalan lirik lagu dari Iwan Fals:
desa harus jadi kekuatan ekonomi
agar warganya tak hijrah ke kota
sepinya desa adalah modal utama
untuk bekerja dan mengembangkan diri
dari lagu tersebut semakin mengukuhkan agar jangan pernah pesimis menjadi warga desa.”