Oleh: Sutda Ariya*

Jika membaca atau mendengar kata relawan, hal pertama yang terlintas dalam benak sebagian besar kita mungkin adalah orang-orang yang membantu saat terjadinya bencana, seperti evakuasi korban ataupun membantu kebutuhan dasar mereka saat di barak penampungan, tapi apakah relawan hanya hadir sebatas momen bencana saja? Jikapun definisinya lebih luas dari itu, penjelasan apa yang sebenarnya bisa digunakan untuk mengurai tuntas makna dari relawan?

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, relawan sepadan dengan kata sukarelawan yang artinya adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela (tidak karena diwajibkan atau dipaksakan). Relawan berarti mengabdi dan mendedikasikan diri untuk menjadi suatu sarana bagi orang-orang yang membutuhkan. Relawan bukan pekerjaan, melainkan sebuah hobi, pembelajaran, pelatihan dan sarana pendewasaan yang dipengaruhi oleh panggilan hati. Hobi merupakan sesuatu yang tidak bisa dipaksakan, dimana ia muncul sendiri dari naluri seorang manusia yang akan iba ketika melihat saudaranya dalam kesulitan.

Bentuk-bentuk kerelawanan tidak berhenti di aspek penanggulangan bencana saja, beberapa orang terkadang mampu menuangkan jiwa kerelaannya dalam bentuk ilmu, tenaga dan lain sebagainya. Karena kerelawanan bukan hanya tentang harta, materi, melainkan apapun hal positif dari mereka yang diberikan atau dilakukan dengan tulus tanpa pamrih. Demikian pula, kegiatan kerelawanan mayoritas berasal dari individu yang sebelumnya pun tidak sering melakukan jejaring sosial dalam kehidupannya, kemungkinan besar niat mereka adalah ingin mengabdikan diri mereka agar bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lainnya.

Meski awalnya kerelawanan merupakan aktivitas yang sporadis, komunitas-komunitas relawan yang lebih terorganisir pun kemudian bermunculan. Berbagai komunitas relawan seperti Palang Merah Indonesia, Indonesia Mengajar, Indonesia Menyala, Aksi Cepat Tanggap, Komunitas Jendela, Pencerah Nusantara, Komunitas Indorelawan, dan sebagainya menjadi lebihpopuler. Isu sosial yang menjadi perhatian dari tiap komunitas maupun gerakan kerelawanan sangat variatif. Kegiatan kerelawanan dapat dikatakan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi riset terkait topik ini di Indonesia tergolong minim; di antaranya yang telah dilakukan oleh Siswomihardjo (2017) yang mengelaborasi motivasi relawan.

            Kekhawatiran akan sikap kerelawanan yang masih banyak sporadis ini seharusnya mengembangkan pemikiran masyarakat Indonesia agar menjadikan aktivitas kerelawanan sebagai kebutuhan diri sendiri dalam bersosialisasi antar sesama, juga menumbuhkan kesadaran sikap tolong-menolong yang harus tertanam dalam jati diri setiap masyarakat Indonesia.

Lembaga statistik Gallup bertanya kepada lebih dari 150.000 orang di 146 negara dalam penelitian yang dilakukan tahun 2017, apakah mereka, bulan sebelumnya, menyumbangkan uang untuk amal kemanusiaan, menjadi relawan untuk sebuah organisasi atau membantu orang asing.

Mereka menyimpulkan: dari 7,6 miliar penduduk dunia, sebanyak 2,2 miliar orang pernah membantu orang asing, 1,4 miliar orang pernah menyumbangkan untuk amal dan 1 miliar orang lainnya meluangkan waktunya untuk bekerja sukarela. Penelitian-penelitian lain menyimpulkan bahwa budaya individualistis dapat mendorong perilaku altruistik dengan mengganti solidaritas dalam kelompok dengan peningkatan kepercayaan pada saluran kelembagaan dan penekanan yang lebih besar pada kesamaan hak untuk semua orang.

            Menjadi relawan adalah senuah pilihan yang minoritas di tengah laju dunia yang semakin mementingkan diri sendiri. Orang yang memiliki sifat altruisme dalam dirinya mempunyai berbagai ciri seperti contoh adanya empati. Hanya jika orang tersebut merasa aman, barulah ia akan berpikir untuk memperhatikan orang lain. Berdasarkan dari perhatian itu seseorang dapat memutuskan untuk merasa empati dan menolong orang lain yang membutuhkan.

            Menolong sebagai tingkah laku yang ditujukan untuk membantu orang lain, dalam beberapa kasus bisa saja tidak mencapai tujuanya. Namun, Para relawan sudah pasti menginginkan apa yang mereka perbuat bisa tepat pada sasaran

Hal ini merupakan wujud komitmen pada diri sendiri yang dilakukan oleh sebagian orang. Individualitas mungkin akan membuat orang lain merasa tidak nyaman, namun, hal itu akan menjadi tonggak bagi pelaku individual tersebut untuk melakukan hal-hal yang sejalan dengan hati dan pikirannya tanpa dibebani rasa takut ataupun malu kepada publik.

Wujud pengimplementasian seorang individual terhadap kesukarelaan akan semakin banyak berkembang seiring dengan banyaknya kapasitas orang yang membutuhkan. Jika kegiatan ini terus berkelanjutan, para relawan individu yang sudah terbiasa melakukan hubungan sosial dengan masyarakat nantinya akan lebih terbuka untuk mengikuti komunitas-komunitas kerelawanan di Indonesia.

Berikut ini adalah penelitian tentang dasar minat masyarakat dalam berkecimpung ke dunia kerelawanan.

Beberapa fakta kerelawanan muncul dari diri sendiri juga terdapat dalam penelitian berikut ini. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan motivasi individu dalam melakukan kegiatan kerelawanan menggunakan pendekatan Indigenous Psychology. Responden penelitian terdiri atas 315 orang relawan di Indonesia. Pengambilan data menggunakan open-ended questionnaire. Hasil kategorisasi terhadap jawaban responden menunjukkan terdapat delapan kategori motivasi menjadi relawan, yakni nilai pribadi (32,2%), pengembangan diri (13,6%), kepedulian lingkungan (12,6%), minat kegiatan (11,6%), perasaan positif (9,7%), protektif (8,7%), hu￾bungan sosial (6,9%), dan religiositas (4,7%). Analisis data menemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan intensi untuk menjadi relawan kembali berdasarkan jenis motivasinya.

Menurut penelitian tersebut, survei mengatakan bahwa mayoritas masyarakat yang bersedia terjun menjadi relawan rata-rata termotivasi dari diri sendiri. Banyak sekali dari masyarakat Indonesia yang masih mengartikan relawan hanya sebagai mereka yang ikut membantu ketika ada bencana, menyiapkan tempat bagi mereka yang terdampak bencan dan menjadi tenaga kesehatan dalam masa pandemi ini. Memang benar, mereka adalah para masyarakat yang telah sudi dan memiliki kesadaran untuk membantu sesama tanpa mengharapkan balasan kembali, namun tidak hanya berhenti di situ, relawan bukan hanya sebutan untuk mereka yang membantu korban bencana dan menjadi petugas kesehatan covid-19 saja, seorang relawan juga ada yang bergerak dalam bidang pendidikan, politik, juga lingkungan masyarakat yang membutuhkan lainnya. Bahkan sebetulnya krisis pendidikan juga menjadi peluang besar bagi para relawan dalam menyalurkan ilmunya secara cuma-cuma, karena di era globalisasi yang semakin  canggih, para anak-anak dan juga remaja yang seharusnya mempunyai kwalitas otak yang mampu bersaing dengan para cendikiawan lainnya namun tidak mempunyai finansial yang memadai bisa mendapatkan kan pembelajaran dari para relawan tanpa ada pungutan biaya, sehingga nantinya mereka yang bisa menerobos inovasi-inovasi baru di Indonesia. Selain dapat membangun generasi yang kompeten, para relawan juga dapat menyalurkan jiwa kerelawanannya kepada para penerus bangsa agar nantinya Jiwa kerelawanan itu tidak punah seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman.

            Gerakan relawan di kalangan kaum muda dipandang positif oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Juru bicara BNPN Sutopopurwo Nugroho mengatakan, dalam setiap bencana, aksi relawan anak muda memang terbilang menonjol. Peran relawan, menurutnya, amat membantu, baik yang melakukan penggalangan dana, mengumpulkan logistik, maupun membantu langsung ke lokasi bencana. Ia berpandangan kini anak-anak muda melihat kegiatan relawan sebagai bentuk aktualisasi diri yang positif. Palang Merah Indoneisa (PMI) pun melihat peran relawan amat penting dan strategis dalam manajemen bencan. Pasalnya, relawan merupakan ujung tombak kegiatan kemanusiaan di masyarakat. Maka dari itu kontribusi relawan Indonesia tidak hanya berfokus terhadap bencana alam saja, pembentukan karakter yang dapat di lakukan oleh para relawan kepada generasi penerus bangsa juga amat di butuhkan di masa sekarang.

Daftar pustaka

Apa Itu Relawan?, Sumatra Utara, pmisumut.or.id, 2021

https://pmisumut.or.id/apa-itu-relawan/# diakses pada 23 November 2021, pukul 15.00

Sifa Rahmawati, Arti Kerelawanan, id.scribd.com, 2021

https://id.scribd.com/doc/85894807/Arti-Kerelawanan  diakses pada 23 November 2021,  pukul 16.18

Hanif Akhtar, Ratih Eka Pertiwi, dan Muhammad Fath Mashuri, Eksplorasi motivasi relawan: Sebuah persepektif indigenius psychology, Malang, Studi Refrensi: Jurnal Psikologi Sosial 2021, vol. 19, no. 03, 206-216, onesearch.id, 2021

http://jps.ui.ac.id/index.php/jps/article/view/jps.2021.23/86 diakses pada 23 November 2021, pukul 16.26

Pablo Uchoa, Orang Indonesia paling banyak jadi relawan, orang myanmar paling banyak beramal, BBC World Service, 2019

https://www.bbc.com/indonesia/majalah-46755448.amp  diakses pada 25 November 2021, pukul 9.19

K Khairil, UIN-Malang.ac.id, 2014

https://etheses.uin-malang.ac.id/1637/5/07410010_Bab_1.pdf diakses pada 25 November 2021, pukul 21.39

Dhika Kusuma Winata, Relawan Kemanusiaan Jadi Tren Anak Muda, mediaindonesia.com, 2018

  https://m.mediaindonesia.com/humaniora/204513/relawan-kemanusiaan-jadi-tren-anak-muda diakses  pada 25 November 2021, pukul 22.34

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *