
Oleh : Mujahidin Nur, Wakil Ketua LBM PWNU DKI. Direktur Eksekutif Peace Literacy Institute Indonesia
“Pak Kiai, Pak Wapres, selamat ulang tahun yang ke-80.” Begitulah ucapan selamat ulang tahun dari Presiden RI Joko Widodo kepada Wakil Presiden Prof. Dr. KH. Mar’ruf Amin, ulama nasional kelahiran Tangerang, Banten, 11 Maret 1943. Tak lupa Presiden pun memberikan doa terbaiknya di milad Kiai Maruf Amin dan meminta maaf berhalangan hadir pada peluncuran buku “ 80 Tahun KH Maruf Amin : Kiai Wapres-Wapres Kiai.”
Penyematan gelar Kiai-Wapres dari Presiden bukan tanpa alasan. Jauh sebelum menjadi Wapres, KH Maruf Amin dikenal luas sebagai tokoh yang mempunyai kepakaran dalam bidang fiqih dan dakwah. Kepakaran tersebut ia dapatkan dari proses panjang berguru dari satu tempat ke tempat lainnya. Dari seorang kiai ke kiai lainnya. Disamping pembelajaran yang kuat pada buku-buku induk yang menjadi refrensi utama bidang keagamaan. Saking banyaknya guru dan tempat beliau menuntut ilmu, tak heran dimasa mudanya beliau dijuluki “Santri Kelana”
Sanad keilmuan Kiai Maruf Amin bersambung dengan jalur para ulama Nusantara yang mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Pertama-tama, Kiai Maruf Amin belajar kepada ayahnya, Kiai Muhamad Amin yang terkenal sebagai ahli fiqih. Kiai Muhamad Amin sendiri belajar di Makkah selama 15 tahun, antara lain mengambil sanad keilmuan dari Sayyid Alawi al-Maliki, Makkah.
Ayah Kiai Maruf Amin merupakan guru banyak Kiai di seputar Banten. Beliau mengajarkan kitab al-Mahalli, Tuhfah, al-Muhadz-dzab dan lain-lain.
Kiai Maruf Amin muda juga belajar kepada kakeknya dari jalur ibu, Kiai Muhammad Ramli yang mengambil sanad keilmuannya di Makkah antara lain dari Syekh Mahfuzh at-Tarmasi, ulama asal Tremas Pacitan yang menjadi guru para ulama NU. Kiyai Ramli memberinya ijazah doa-doa yang diamalkan Kiai Maruf Amin sampai sekarang.
Sesudah Kiai Maruf Amin belajar pada ayah dan kakenya, Kiai Maruf Amin muda belajar di perguruan Islam Citangkil, Cilegon sebelum melanjutkan penjelajahan keilmuannya ke Ponpes Tebuireng, Jombang, untuk kemudian melanjutkan mesantren ke tiga pesantren di wilayah Banten; Caringin (Labuan Pandeglang) Petir, Serang dan Pelamunan.
Sebagai seorang Kiai dengan bekal keilmuan yang ‘amik (mendalam), Ma’ruf Amin telah berkiprah malang melintang di berbagai ormas keagamaan. Maruf muda merupakan mantan ketua GP Ansor (1964-1965), Ketua NU Cabang Jakarta (1968-1976), Pengurus Lembaga Dakwah PBNU (1977-1989), dan Pimpinan Yayasan Syekh Nawawi Al-Bantani (1987-sekarang).
Tidak hanya itu, Kiai Ma’ruf Amin juga pernah diangkat menjadi Katib ‘Amm PBNU (1989-1994), dan menjadi Ra’is Syuriah yang mengawasi kepemimpinan eksekutif Abdurrahman Wahid (1994-1998). Pada tahun 1990, Kiai Ma’ruf menjadi anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pada 1996, ia menjadi Ketua Dewan Syariah Nasional dan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat.
Pengalaman yang luas juga didapatkan Wapres Ma’ruf Amin dari dunia politik. Anggota DPRD DKI Jakarta (1971-1977), Ketua Fraksi Utusan Golongan (1971-1973), Ketua Dewan Fraksi PPP (1973-1977), Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PPP (1977-1982). Pada tahun 1998, Wapres Ma’ruf Amin juga menjadi penasehat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), hingga Gus Dur menjabat Presiden RI dari 1999 sampai 2001. Sejak berdiri sampai tahun 2002, ia menjadi Ketua Dewan Syuro PKB.
Semasa menjabat sebagai anggota DPR RI (1999-2004), Wapres Ma’ruf Amin juga menjadi anggota Komite Ahli Pengembangan Bank Syariah Bank Indonesia. Sampai di sini, kompetensi beliau di bidang agama dan politik nasional menyatu padu.
Salah satu karya ilmiah Ma’ruf Amin berjudul “Fatwa and The Development of Sharia Financial Industry: A Lesson From Indonesia,” yang diterbitkan oleh Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economics, Volume 9, Nomor 2, tahun 2017: 331-350.
Pemikiran Kiai-Wapres Ma’ruf Amin tentang ekonomi syariah tersebut bukan saja lahir dari pertimbangan-pertimbangan metodologis akademis. Melainkan juga ada keterkaitan erat dengan pengalamannya di lapangan.
Pengalaman lapangan tersebut terlihat dari posisinya sebagai Ex-Officio dalam Komite Pengembangan Jasa Keuangan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2014. Tugas seorang Ex-Officio adalah memberikan rekomendasi kebijakan strategis dan operasional pengembangan jasa keuangan syariah.
Tidak saja soal keuangan syariah dan fatwa hukum, pemikiran Kiai-Wapres Ma’ruf Amin juga mengenai politik dan kehidupan beragama. Hal itu bisa dilihat dari karyanya berjudul “Emergence of Wasatiyyah Islam: Promoting Middle Way Islam and Socio-economic Equality in Indonesia,” diterbitkan RSIS Commentaries, Nanyang Technological University, Singapore, 2018.
Dalam buku ini, Kiai-Wapres Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa penyebaran ekstrimisme agama memiliki hubungan dengan ketimpangan sosial ekonomi di masyarakat. Dua faktor tersebut melahirkan satu produk berbaya, yaitu komplikasi permasalahan masyarakat Indonesia.
Karena itulah, Islam harus hadir dengan menawarkan jalan tengah, yang tidak saja untuk melawan ekstrimisme agama melainkan juga untuk mengakhiri ketimpangan sosial-ekonomi.
Pengalaman bicara kehidupan beragama semacam itu diperoleh Kiai-Wapres Ma’ruf Amin sejak menjabat sebagai Ketua Bidang Kehidupan Beragama pada era pemerintahan Mantan Presiden Ri Susiolo Bambang Yudhoyono (2009 dan 2010).
Berdasarkan pengalaman empirik dan pertimbangan akademik tersebut, Kiai-Wapres Ma’ruf Amin tiba pada kesimpulan bahwa kehidupan umat beragama hanya akan rukun dan damai apabila ketimpangan-ketimpangan sosial-ekonomi diatasi terlebih dahulu.
Pada acara perayaan Ulang Tahun yang ke-80, Kiai-Wapres Ma’ruf Amin meluncurkan sebuah buku berjudul “80 Tahun Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin: Kiai Wapres, Wapres Kiai”. Buku ini secara umum menggambarkan segala gagasan dan pengalaman perjuangan sang tokoh sampai di usianya sekarang.
Namun, yang lebih penting dari semua itu, kita harus berdoa bersama semoga sang tokoh panutan umat dan bangsa ini tetap sehat, diberi umur panjang, dan keberkahan yang melimpah kepada umat, bangsa, dan negara.
Kita patut mengapresiasi profile Kiai-Wapres itu sendiri. Sebagai, wakil presiden beliau adalah seorang kiyai yang merupakan figur moral dan keilmuan Islam (ulum al-Islam). Disamping pada diri Maruf Amin juga terdapat figur intelektual yang ideal sebagai penyandang gelar akademik tertinggi Profesor Doktor.
Di usia beliau yang ke 80 tahun, doa keberkahan, kepanjangan umur dan kesehatan semoga selalu menyertai sosok wakil presiden yang tawadhu, tenang, dan kharismatik yang mencirikan kebersihan hati dan kedalaman ilmu yang dimilikinya. Sosok wapres yang tulus mengabdi kepada bangsa dan negara bukan hanya dalam kerja-kerja nyata namun senantiasa menghabiskan malam menyingkap pintu langit untuk mendaraskan doa untuk kebaikan agama, nusa dan bangsa. Mabruk alfa Mabruk. Selamat Milad Wapresku!