Makna Alquran sebagai Hudan
Oleh: Aguk Irawan MN*
Ramadan disebut sebagai bulan Al-Quran yang penuh keberkahan, sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Baqarah, ayat 185: “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai pembeda (al-furqan).”
Kata hudan ini menurut Kamus Lisanul Arab terambil dari kata ha-da, hudan, wahadyan wahidyatan, yang berarti irsyada, yaitu menunjukkan, petunjuk, juga penyejuk. Dari kata ini lahir kata ahda alhadiyah, yang berarti mengantarkan hadiah.
Dair kata itu ha-da juga lahir kata wahuda al-‘urusa, yaitu memenuhi undangan mempelai dan kata watahadda, wastahda yaitu tuqoddimahu, sesuatu yang mendahului atau maju. Semua makna ini menunjuk pada sifat literasi secara khusus, yaitu Alquran, kitab yang maha agung dan peradaban.
Pertama, Alquran sebagai petunjuk; irsyada, ini meyangkut tuntunan bagi umat manusia yang terdiri dari aqidah, syariah dan tasawuf, bahkan sains dan humaniora. Di dalam Alquran banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang tauhid, tentang keasaan Allah, juga lima rukun iman lainnya. Juga menjelaskan terkait syariat, seperti hukum mu’amalat, akad jual beli, riba, menikah dan lain sebagainya.
Kemudian petunjuk terhadap akhlak. Jika orang ditampar, maka hak baginya untuk membalasnya atau menampar-balik, tapi Alquran mengajari agar beraklak baik, dengan tidak membalas, tapi mendoakannya, sambil kita berintropeksi.
Kedua, Alquran, sebagai pengantar. Jika kita tersesat, maka ia lebih dari memberi tahu arahnya, tetapi juga akan mengantarkan seseorang itu sampai pada suatu tempat, tanpa lagi takut akan tersesat lagi, dan Ketiga, sebagai surat undangan.
Menurut para pakar, manusia sejatinya adalah penduduk surga, tetapi karena dosa yang dibuat ayah dan ibu moyang kita Nabi Adam dan Hawa, lalu mereka diturunkan ke bumi dan beranak-pinak. Maka dengan diturunkannya Alquran ini sebagai semacam surat undangan agar ingat bahwa rumah sebenarnya mereka adalah surga.
Ketiga, menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani, ketika menafsirkan Wal-Qur’anil hakim (demi al-Qur’an yang bijaksana, (Q.S. Yasin, 2). Dipilihnya kata hakim, dengan bentuk isim fail (bijaksana) mempunyai metafor dan rahasia-rahasia; karena bijaksana adalah sifat mahluk hidup yang punya jiwa. Dengan demikian, apakah Alquran punya jiwa? Jawabannya iya, lihatlah asy-Syura 52; “Kami Turunkan Alquran dengan jiwa dari sisi Kami.”
Karenanya, jangan heran kalau susunan dan gaya bahasa Alquran sangat sempurna, juga makna dan kandungannya selalu menakjubkan? Jika Alquran menurut Imam Syafi’i dalam Majmu al-Ulum ada satu juta dua puluh tujuh ribu huruf, maka tiap huruf itu berjiwa.
Jadi, saat orang sedang membaca Alquran, saat itu pula ada jamuan kerinduan, antara jiwa (mutma’inah) orang dengan jiwa-jiwa suci Alquran, dan pantaslah jika orang dibuat terpesona, khususnya jika itu di bulan Ramadan. Wallahu’alam bishawab.